LEGENDA ITU BERNAMA CHOIRUL HUDA.

Penghargaan atas kepergian kiper Persela Lamongan, Choirul huda terus dilakukan oleh
seluruh peserta liga 1 dan liga 2 gojek-traveloka indonesia. Dilansir dari laman bola.kompas.com pada kamis (2/2/2017). Choirul Huda, legenda yang tak ingin disebut dirinya adalah seorang legenda Sejak kali pertama berkarier di dunia sepak bola profesional, Choirul Huda tercatat belum sekali pun berpindah klub, karena itulah supporter Persela kerap menyebut Huda dengan gelar legenda.

 "Legenda? Sepertinya saya belum cukup layak menyandang gelar itu. Masih banyak pemain Persela lain yang lebih pantas menyandang gelar itu,“ - Huda.

Kiper sekaligus kapten Persela Lamongan Choirul Huda meninggal dunia sesaat setelah pertandingan melawan Semen Padang pada Minggu, 15 Oktober. Tercatat, kiper kelahiran 2 Juni 1979 ini mengawali karirnya sebagai pesepakbola profesional pada tahun 1999 bersama Persela, menjalani 454 pertandingan, ia pun sudah berjasa membawa Persela promosi ke Divisi Utama tahun 2003. Choirul huda walau bukan kiper utama, beliau sempat masuk dalam jajaran tim nasional dalam dua pertandingan persahabatan pada tahun 2014 dan 2015 serta ikut membela timnas pada ajang Asian Cup Cualification 2015 silam. Selain itu, berkat kesetiaan dan perjuangannya bersama Persela Lamongan dan Kabupaten Lamongan, beliau diangkat menjadi PNS pada tahun 2002 dan bertugas di Dinas Parpora Kabupaten Lamongan.

Sepak bola sebagai olahraga paling hits-sedunia (mereun), telah menarik begitu banyak orang untuk menjadi suporternya dengan fanatisme yang sangat kental. Fanatisme ini yang kemudian mendorong suporter sepak bola untuk mengorganisir dirinya serta melakukan berbagai aksi yang mencolok baik positif atau negatif sebagai manifestasi dari fanatisme tersebut. Menurut Fajar Junaedi dalam bukunya, Bonek: Komunitas Suporter Pertama dan Terbesar di Indonesia, “sepak bola adalah olahraga yang berwatak sosialis.” Sepak bola mengajarkan kesetaraan sebagaimana sosialisme mengajarkan kesetaraan sosial. Tak ada hal-hal berbau patriarki yang membedakan kasta suporter, setidaknya begitu yang saya rasa sampai saat ini.

Melihat bagaimana seorang suporter menghargai pemain atau tim idolanya, memang patut diacungi jempol. KBBI mendefinisikan suporter adalah orang yang memberikan dukungan atau sokongan dalam satu pertandingan. Almarhum ayi beutik pernah berbicara bahwa “méngbal mah bahasa haté, bro”. Ketika kau mencintai sesuatu kadang nalar dan logika sehat mendadak tumpul untuk sekedar mengingatkan bahwa apa yang sedang kita perjuangkan melebihi batas kemampuan kita sendiri.

Coba lihat cuplikan pertandingan Persela Lamongan vs Persib Bandung di Stadion Surajaya, Lamongan. Sebelum bertanding, semua menyanyikan lagu Sampai Jumpa milik Endank Soekamti dengan khidmat, tak sedikit orang yang sekedar berlinang air mata menahan emosi hingga menangis tersedu-sedu mendapati kiper idolanya ternyata telah tiada. Bagi orang-orang yang mengerti bahwa sepakbola adalah bahasa hati, sepakbola bukan tentang hanya mereka yang di dalam lapangan, sepakbola bukan hanya tentang kalah dan menang. Ayolah, apalagi momen yang lebih dari romantis dari ini?

Suporter Persela meminta Bupati Lamongan, Fadeli, untuk membuat patung dan beberapa simbol untuk mengenang kiper yang setia di Persela. ”Beliau seorang pejuang,
pahlawan, legendaris. Dan wajar apabila jika hingga kemarin dan ini tadi, banyak yang meminta agar beliau dibuatkan patung dll” ujar Fadeli, “Berarti memang kematian beliau sebagai pahlawan, syuhada dan pejuang,” lanjutnya pada obrolan dengan bolalob.com

Kiper yang juga penggemar Iker Casillas dan terinspirasi oleh Gianluigi buffon ini sekarang telah berpulang, meninggalkan kita semua dalam keadaan tidak siap. Indonesia kembali kehilangan kiper terbaiknya. 19 tahun dengan lambang yang sama di dada, dengan teriakan atas rasa bangga yang sama. Persela Lamongan, Laskar joko tingkir.

sampai jumpa lagi cak huda, panjengenan wis pancen dadi legenda.

Bandung, 24 Oktober 2017,

Masyarakat umum yang kebetulan juga sepakbola, apalagi Persib.