TRUMP, ERDOGAN, DUTERTE. “KITA VERSUS MEREKA”.
Hey kau yang terluka karna engkau berbeda,
jangan pernah menyerah hancurkan kesedihan.
Kita kan bersama, ayo lawan dunia,
Injak kesombongan dan keangkuhannya.
Bandung, 1 Juli 2017
jangan pernah menyerah hancurkan kesedihan.
Kita kan bersama, ayo lawan dunia,
Injak kesombongan dan keangkuhannya.
Secara literasi dalam lagu yang dibuat Band Punk asal Bali, Superman Is Dead, “kita versus mereka” biasanya digunakan sebagai slogan perlawanan atas ketidak adilan pemerintah kepada rakyatnya. Retorika semu, kemajemukan yang dipaksakan, gerakan gerakan pragmatis yang merugikan atas nama negara. Tapi, kita coba balik nalarnya, bagaimana jika pemerintah melawan “rakyatnya” yang mencoba atau sengaja membuat gaduh dan mengancam disintergrasi kebangsaan.
Gaviria yang melawan kartel narkoba Pablo Escobar yang merupakan warganya sendiri, lalu ada duterte yang menumpas para gembong narkoba yang merupakan rakyatnya sendiri, erdogan dengan rezim yang membuat rakyatnya geram dan melakukan revolusi dan trump yang secara gamblang mengeluarkan perintah bahwa orang-orang islam dari beberapa negara muslim tidak bisa menginjak tanah sejuta mimpi milik paman sam ini yang jelas-jelas ditentang oleh rakyatnya sendiri.
Untuk rakyat biasa, terkadang kebijakan yang dibuat oleh elit pemerintah membuat bingung bahkan kesal. Entah apa yang ingin mereka lakukan, tuduhan terbaiknya tentu untuk memperbaiki dan memajukan bangsanya. Tapi apa benar apa yang dilakukan atas nama negara, atas nama rakyat benar-benar dilakukan? Atau hanya untuk kepentingan pribadi atau golongan mereka masing-masing?
Coba kita ulas pelan-pelan nama-nama tersebut:
—
César Gaviria, menjabat sebagai presiden dari tahun 1990 sampai 1994. Selama beliau menjabat, masalah krusial negaranya selain kemiskinan adalah peredaran narkoba dan pembasmian gembong-gembong narkoba. Yang paling terkenal adalah kartel dari Cali dan kartel dari Medellin. Siapa yang tak kenal Pablo Emilio Escobar? Kartel Narkoba yang mengobrak-abrik negaranya hingga Presiden harus turun tangan. Sebelum Gaviria menjadi presiden, sebenarnya beliau sudah berurusan dengan peredaran narkoba dan perintilannya. Beliau dahulu adalah penasihat kampanye Carlos Galan, calon Presiden yang mendukung penangkapan dan ekstradisi para gembong narkoba ke Penjara Amerika.
Sayang Carlos Galan mati ditembak oleh seseorang yang misterius dan diduga adalah pembunuh bayaran suruhan Escobar yang tidak terima bila ekstradisi dijalankan. Atas permintaan warga kolombia dan keinginan keluarga mendiang Galan, akhirnya Gaviria maju dan menang sebagai Presiden Kolumbia. Dengan tujuan yang sama, Gaviria memulai misi “kita vs mereka” dan memulai genderang perang dengan para kartel narkoba, rakyatnya sendiri, yang menolak ekstradisi ini, penyerangan demi penyerangan dilancarkan, dengan jumlah korban yang tak sedikit dan dana yang dikucurkan begitu banyak, Gaviria dengan gamblang terlihat kalah oleh escobar yang berhasil menghilangkan ekstradisi dan membuat penjara sendiri yang dikenal dengan “La Catedral” karena hendak menyerahkan diri.
Selama 3 tahun menjabat, akhirnya dengan kekuatan yang dimiliki dan dibantu amerika akhirnya perang semakin menjadi, escobar jatuh ditembak polisi kolumbia dan Gaviria menang atas misinya tersebut. Sebenarnya Gaviria menyesalkan ini, karena sebenarnya menurut dia, permasalahan narkoba adalah masalah sosial, tak bisa dan tak seharusunya di selesaikan dengan cara militer karena akan memakan biaya dan juga nyawa yang tak sedikit seperti yang di lansir New York Times beberapa waktu lalu.
—
Rodrigo Duterte. Sejak terpilih pada Juni 2016, beliau berikrar bahwa akan menumpas peredaran narkoba dan mengeyahkannya dari jalanan-jalanan filipina. Ternyata apa yang dikatakannya bukan isapan jempol atau janji kampanye semata. Seperti yang diberitakan di media-media ada lebih dari 1.000 orang yang mati karena kebijakan “kita vs mereka” ini. Tercatat, 4 dari 5 rakyat Filipina mati di jalanan pada malam hari karena tertuduh atas pengedaran narkoba, dimana kebanyakan yang mati ini adalah warga miskin yang hanya kacung-kacung suruhan yang dibayar demi melanjutkan hidup hari demi hari.
Tindakan ini banyak sekali yang memuji, apalagi dari rakyatnya sendiri. Begitu juga dengan yang menghujat dan mengecam tindakan ini. Berbagai kalangan sudah mengingatkan Duterte bahwa yang dilakukannya adalah salah dan bertabrakan dengan hak asasi manusia, bukannya berhenti dan mencari jalan lain untuk menumpas penjahat-penjahat ini, Duterte malah semakin asyik membantai mereka dan tak menggubris kecaman-kecaman yang datang padanya. Semula yang hanya akan dijalankan hingga Desember 2016, dilanjut hingga Maret 2017 dan akhirnya dilanjut hingga masa kepemimpinnya berakhir pada tahun 2022. Bahkan beliau memiliki special forces yang bertugas membantai penjahat ini atas nama negara, karena polisi di Filipina dibubarkan unit narkobanya dan disuruh berbenah karena adanya kegiatan korupsi dalam tubuh kepolisiannya.
—
Reccep Tayyip Erdogan. Kepemimpinnya yang terkesan otoriter atau memang otoriter membuat warga turki menjadi geram. Banyak portal berita yang memberitakan kejadian kudeta-kudeta yang dilancarkan rakyat turki kepada pemimpinnya, Erdogan. Masih menurut berita, erdogan bukan pemimpin yang senang dikritik apalagi di sosial media. Banyak wartawan bahkan anak SMA yang ditangkap karena mengkritisi kinerja erdogan. Erdogan berpesan, bahwa pengkhianatan yang mereka lakukan tidak berhasil dan beliau sudah memegang kontrol kembali, dan misi “kita vs mereka” versi Erdogan kembali dilakukan. Kebijakan-kebijakan yang dimunculkan oleh erdogan adalah sumbu dari tindakan “pengkhianatan” warga turki kepada kepemimpinnya. Kebanyakan dari kasusnya adalah tentang kritik, seperti ini deretannya;
(1) Turki larang pelajar buka Twitter dan Facebook di sekolah, Aturan ini adalah upaya mengendalikan Internet kesekian kalinya oleh rezim Presiden Reccep Tayyip Erdogan. Pemimpin Partai Keadilan dan Pembangunan (AKP) itu sangat alergi kritik di Facebook dan Twitter. (2) Polisi Turki ambil alih paksa kantor koran pengkritik Erdogan, tindakan ini dilakukan karena kantor koran pengkritik tersebut mengeluarkan berita yang menurut Pemerintah Turki berisi tentang kepentingan Kelompok Hizmet yang dipimpin oleh Fethullah Gulen, Uni Eropa mengecam tindakan yang tidak menghormati kebebasan pers. Lebih dari 30 wartawan dipenjara selama era Erdogan, rata-rata mereka yang dibui adalah wartawan etnis Kurdi. (3) Wanita tercantik Turki diadili, dituding hina Presiden. Mantan Ratu Kecantikan Turki Merve Buyuksarac diajukan ke pengadilan dengan tuduhan menghina kepala negara. Buyuksarac cukup populer di dunia maya. Di Instagram perempuan 26 tahun ini memiliki lebih dari 30 ribu teman, sedangkan di Twitter dia memperoleh 15 ribu pengikut. Padahal saat puisi itu tersebar ke jejaring sosial, Erdogan masih menjabat sebagai Perdana Menteri Turki. Turki yang kini dikuasai kelompok Islam Konservatif baru saja memberangus Twitter. Erdogan dilaporkan mengerahkan tim pengacara menuntut 67 orang dengan pasal ‘penghinaan’ selama menjabat sebagai presiden.
—
Donald. J. Trumph. Tak lama setelah beliau menjabat, misi “kita vs mereka” dijalankan, Presiden ini menandatangani perintah eksekutif, untuk menangguhkan seluruh penerimaan pengungsi dan sementara membatasi kedatangan dari tujuh negara mayorits Muslim. Presiden AS Donald Trump menegaskan larangan ini diperlukan demi keamanan nasional dengan merujuk pada serangan teroris di Paris, London, Brussels dan Berlin. Keputusannya telah mendapatkan kritik tajam dari pegiat dan kelompok HAM. Prioritas akan diberikan kepada minoritas agama yang menghadapi penyiksaan di negara mereka. Dalam sebuah wawancara Trump menyebutkan penganut Kristen di Suriah. Ridiculous, right?
Sejumlah pemerintah dunia sudah mengkritik kebijakan Presiden Donald Trump dalam menghentikan pengungsi dan melarang warga dari tujuh negara berpenduduk mayoritas Islam masuk ke Amerika Serikat. Menteri Luar Negeri Iran, Javad Zarif, mengecam perintah eksekutif itu dengan menyebutnya sebagai hadiah besar bagi ekstrimis dan para pendukungnya. Di Inggris, Perdana Menteri Theresa May mengatakan sudah memerintahkan Menteri Luar Negeri dan Dalam Negeri untuk menyampaikan keprihatinan kepada mitra mereka. Juru bicara pemerintah Jerman mengatakan Kanselir Jerman, Angela Merkel, yakin bahwa perang melawan terorisme tidak menjadi alasan untuk menempatkan orang-orang dari keyakinan atau asal tertentu dicurigai secara umum.
Penentangan bukan hanya dari warga dan eksekutif luar negeri saja, tapi di dalam negerinya sendiri pun warga menolak dengan kebijakan tersebut. Long March yang terjadi di berbagai titik di Amerika yang menyatakan sikap penolakan dan menuntut akan kesetaraan di Amerika. Bahkan Grup Band Green Day merilis video klip yang menyindir tentang kebijakan-kebijakan trump yang berjudul troubled times. Hakim dari kejaksaan agung pun masih menangguhkan keinginan trumph tersebut dan trumph masih bersikukuh. Selain itu, trumph juga menghilangkan layanan kesehatan masyarakat yang biasa kita kenal dengan Obamacare. Maka tak aneh, Indonesia dengan negara mayoritas berpenduduk muslim juga mengecam tindakan ini, dan sudah dipastikan bahwa Obama lebih terkenal dan dihargai daripada Trumph.
Jadi rezim dari kepemimpinan siapa yang paling arogan dari keempat nama diatas? Bapak pembangunan, Presiden kedua, sang Jendral Soeharto tidak masuk daftar ya, ntar hilang sampeyan dari peredaran baru tahu rasa lho.
***disadur dari berbagai sumber dan platform
Bandung, 1 Juli 2017
Comments
Post a Comment