WOMENS MARCH
Womens march atau pawai perempuan ini sudah dilaksanakan sebanyak dua kali di Indonesia, pada tahun 2017 dan 2018. Saya yang semakin penasaran dengan misi dan agenda yang ada dalam kegiatan tersebut mulai mencari informasi tentang hal tersebut. Dari PDFnya saya mendapatkan informasi kenapa womens march harus dilaksanakan, begini;
“We believe Gender Justice is Racial Justice is Economic Justice. We must create a society in which all women—including Black women, Indigenous women, poor women, immigrant women, disabled women, Muslim women, lesbian, queer and trans women—are free and able to care for and nurture themselves and their families, however they are formed, in safe and healthy environments free from structural impediments”.
Mereka percaya bahwa setiap manusia memiliki hak hidup yang sama, lingkungan yang sehat, aman dan bebas dari halangan secara struktual. Banyak dari kita mungkin secara sadar melihat dan mendengar bahwa masih banyak persekusi dan juga diskriminasi yang diterima karena gender atau kepada kaum minoritas, atau lebih dari itu, banyak dari bagian minoritas yang tidak mendapatkan haknya bila dibandingkan dengan para mayoritas. Di berbagai negara, serentak mengadakan womens march ini.
Ada yang lancar, adapula yang dijegal oleh pihak kepolisian seperti di Turki, dilansir dari antaranews.com Kepolisan Turki membubarkan pawai untuk membela hak perempuan dengan gas air mata di Ankara, Minggu (4/3) dan menangkap sekitar 15 pengunjuk rasa ditangkap. Womens march 2018 di Bandung ada sedikit gangguan yang juga lucu sebenarnya, saya yang pada waktu itu berada dalam iringan pawai tersebut sempat dibuat bingung oleh seorang lelaki yang diduga masih dibawah umur menerobos dengan sepedanya berteriak “misi kameraaad!!”, dan akhirnya tepat pada sore atau malam harinya via sosial media, dia meminta maaf atas apa yang dilakukannya.
Pada tahun 2018, Womens March selain di Jakarta juga akan dilaksanakan di 12 Kota di Indonesia, mereka membawa misi #LawanBersama. Komnas Perempuan mencatatat, ada hampir 260.000 kasus kekerasan terhadap –perempuan pada tahun 2017 dan 173 perempuan meninggal akibat kekerasan seksual dan pembunuhan yang dilakukan oleh suami, pacar, paman, atau yah sendiri dengan kata lainnya oleh pria. Bahkan perempuan belum terlindungi secara hukum, pada Rancangan Undang-Undang (RUU) Penghapusan Kekerasan Seksual belum juga disahkan, bahkan tidak masuk pada daftar Program Legislasi Nasional (Prolegnas) 2018.
Ada delapan tuntutan yang diminta oleh peserta womens march di Indonesia kepada pemerintah, diantaranya; Menuntut pemerintah dan Dewan Perwakilan Rakyat (DPR RI) untuk menghapus hukum dan kebijakan yang diskriminatif yang melanggengkan kekerasan terhadap perempuan, anak, masyarakat adat, kelompok penghayat kepercayaan, kelompok difabel, kelompok dengan ragam Orientasi Seksual, Identitas dan Ekspresi Gender, serta Karakteristik Seks, termasuk di antaranya menghapuskan ketentuan perkawinan anak dalam UU Perkawinan, kriminalisasi dalam Bab Kesusilaan RKUHP, dan Perda-Perda yang diskriminatif. Mendukung pemerintah dan DPR untuk mengesahkan hukum dan kebijakan yang melindungi perempuan anak, masyarakat adat, kelompok difabel, kelompok minoritas gender dan seksual dari diskriminasi dan kekerasan berbasis gender, termasuk di antaranya mengesahkan RUU Penghapusan Kekerasan Seksual dan RUU Perlindungan Pekerja Rumah Tangga. Menuntut pemerintah dan aparat hukum terkait untuk menjamin dan menyediakan akses keadilan dan pemulihan bagi korban kekerasan berbasis gender dengan mendorong penegakan Perma Nomor 03 Tahun 2017 tentang Pedoman Mengadili Perkara Perempuan Berhadapan dengan Hukum, menyediakan layanan visum gratis, serta layanan psikososial bagi korban kekerasan berbasis gender.
Menuntut pemerintahan terkait, terutama Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan, Kementerian Hukum dan HAM, juga Kementerian Kesehatan untuk menghentikan intervensi negara dan masyarakat terhadap tubuh dan seksualitas warga Negara, termasuk salah satunya terkait sunat perempuan. Menuntut pemerintah dan departemen terkait dukungan komprehensif di berbagai sektor kesehatan, seperti menghapus dan menghentikan stigma dan diskriminasi berbasis gender, seksualitas dan status kesehatan, salah satunya terutama tentang kesehatan orang dengan HIV/AIDS. Serta memberikan jaminan pemenuhan hak atas kesehatan seksual dan reproduksi serta kesehatan jiwa yang adil dan setara.
Menuntut pemerintah untuk menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan pekerjaan melalui program pendidikan dan pencegahan kekerasan berbasis gender. Mengajak masyarakat untuk berpartisipasi aktif menghapus praktik dan budaya kekerasan berbasis gender di lingkungan hukum, kesehatan, lingkungan hidup, pendidikan, dan pekerjaan.
Menuntut pemerintah memenuhi hak atas upah layak, jaminan sosial, kebebasan berserikat dan hak reproduksi bagi seluruh perempuan pekerja, termasuk pekerja pabrik, pekerja rumah tangga, pekerja migran, pekerja kreatif hingga nelayan dan buruh tani. Semoga dengan womens march ini menjadi pendorong bagi pemerintah eksekutif dan legislatif untuk lebih memperhatikan hak-hak warga minoritas di Indonesia.
Karena tak ada lagi alasan valid untuk melegalkan kekerasan berbasis gender di Indonesia dan kesejahteraan hidup dapat dirasakan oleh semua warganya. Dan saya, sebagai laki-laki demi ibuku, akan selalu mendukung kalian para wanita hebat yang ada di Indonesia dan Dunia selama memang positif dan membawa manfaat.
Comments
Post a Comment